BURUNG ENDEMIK INDONESIA TERANCAM PUNAH!!!
Indonesia dengan lebih dari
belasan ribu pulau, mempunyai cuaca tropikal dan hampir seluruh tanahnya
ditutupi oleh hutan hujan tropis merupakan salah satu negara terpenting di
dunia dalam hal keanekaragaman hayati.
Indonesia adalah surganya sumber
daya alam dan sumber daya hayati. Indonesia memiliki megabiodiversity yang
tidak dipunyai oleh bangsa dan negara lain di dunia. Jenis-jenis flora dan
fauna eksotik dapat dijumpai diseluruh penjuru negeri kita ini.
Keragaman sumber daya hayati di
Indonesia salah satunya yaitu burung. Burung-burung di Indonesia, di samping
burung-burung yang tinggal dan berkembang biak, juga di tambah oleh
burung-burung yang bermigrasi pada waktu musim dingin.
Burung adalah termasuk
dalam kelas Aves dan beranggotakan lebih kurang 9.000 spesies. Burung tidak
memiliki gigi dan hanya memiliki ekor, tetapi hewan ini memiliki kesamaan ciri
dengan reptile. Misalnya, adanya sisik kaki, paruh yang keras, dan termasuk
hewan ovipar yang menghasilkan telur amniotic bercangkang keras.
Menurut IUCN tahun 2013, ada
sekitar 21.286 jenis hewan di dunia terancam kepunahan dan sebanyak 1.206 jenis
yang terancam punah tersebut ada di Indonesia. Dari data tersebut tercatat
sebanyak 121 jenis burung Indonesia mengalami ancaman kepunahan.
IUCN adalah sebuah lembaga
konservasi Internasional yang rutin mengklasifikasi dan merilis daftar
hewan-hewan yang terancam punah atau Red List of Threatened Species (menurut
IUCN).
Jika IUCN mengeluarkan daftar Red
List of Threatened Species maka pada umumnya daftar tersebut dijadikan acuan
oleh berbagai pihak baik swasta maupun pemerintah dalam menentukan kebijakan
terkait konservasi hewan yang disebutkan. Adapaun indikator untuk hewan yang
terancam punah bisa teman-teman baca di situs resmi IUCN. Nah,
indikator-indikator inilah yang kemudian disebut dengan tingkat kelangkaan
sebuah spesies.
Berikut beberapa daftar
burung-burung di Indonesia yang terancam punah;
1.
Jalak
Bali
Nama asli burung
ini adalah curik bali. Namun, publik lebih mengenalnya dengan sebutan Jalak
Bali. Burung ini memiliki ukuran kurang lebih 25 centimeter, sayap berwarna
hitam dan bulu berwarna putih. Kicauannya indah dan warna matanya yang menawan
membuat burung ini menjadi incaran para kolektor. Paruhnya runcing, berwarna
abu kehitaman dengan ujung paruh kecoklatan, sehingga terlihat lebih garang namun
indah. Warna biru terang pada bagian mata terlihat mencolok.
Tidak ada
perbedaan signifikan antara yang jantan dan betina. Semua berjambul. Tubuh yang
jantan sedikit lebih besar dibandingkan betina. Curik Bali masuk dalam kategori
endemik, artinya hanya hidup di Provinsi Bali saja. Oleh pemerintah setempat,
burung yang elok ini dijadikan simbol fauna khas daerah. Namun, saat ini
penangkarannya ada di mana-mana hingga luar Pulau Bali, bahkan hingga di luar
negeri seperti Jepang dan negara-negara di Benua Eropa.
Asal Usul
Burung khas Bali
ini pertama kali ditemukan oleh Dr. Baron Stressmann, kolektor burung asal
Inggris dalam kunjungannya ke Pulau Dewata pada tahun 1911. Kedatangannya ke
Bali tidak disengaja. Ia singgah karena kapal yang ditumpanginya mengalami
kerusakan dan bersandar di pelabuhan Bali. Stressmann menemukan si cantik ini
di desa Bubunan, sekitar 50 kilometer dari Singajara.
Pada tahun 1912,
Walter Rothschild, pakar hewan dari Inggris mempublikasikan Jalak Bali ini ke
penjuru dunia. Sehingga nama latin jalak bali adalah
Leucopsar rothschildi diabadikan dari
nama Walter Rothschild . Pada tahun 1925, Dr. Baron Viktor von Plesen melakukan
lanjutan penelitian mengenai burung ini. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa burung ini hanya hidup di Bali bagian Barat. Beberapa kebun binatang lain
juga turut mengembangbiakkan satwa ini.
Satwa Langka
dan Dilindungi
Jumlahnya yang
tipis dan semakin berkurang membuat satwa ini tergolong langka. Sekitar tahun
1910, jumlahnya ditaksir mencapai 900 ekor di Bali. Tahun 1990, jumlahnya
turun drastis menjadi 15 ekor. Tahun 2005, penelitian menemukan bahwa jumlahnya
tinggal 5 ekor; akibatnya, pemerintah langsung mengambil inisiatif untuk
menegah kepunahannya. Tahun 2008, diperkirakan jumlahnya kembali meningkat
menjadi 50 ekor setelah dipelihara di Taman Nasional Bali Barat. Sungguh
mengenaskan dan sangat disayangkan jika satwa elok ini punah.
Terancamnya
spesies jalak Bali disebabkan oleh berbagai hal, termasuk rawan diburu dan
diperdagangkan dengan liar. Selain itu, sempat terjadi kerusakan lingkungan di
Taman Nasional Bali Barat yang menyebabkan perkembangan populasi burung ini
terganggu. Upaya pelestarian terus dilakukan. Melalui Surat Keputusan
Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/70 tanggal 26 Agustus 1970, yang
menyatakan bahwa burung curik Bali dilindungi undang-undang. Peraturan ini
diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Dalam peraturan ini, burung khas Bali ini
ditetapkan sebagai satwa langka yang nyaris punah dan tidak boleh
diperdagangkan kecuali hasil penangkaran dari generasi ketiga atau indukan.
Habitat
Burung jalak
asal Bali ini biasanya berkembangbiak pada musim penghujan, berkisar antara
Oktober hingga bulan Mei tahun berikutnya. Mereka biasa membuat sarang di
pepohonan. Burung Jalak ini biasa hidup di semak-semak dan pohon palem pada alam
bebas yang berbatasan dengan rerimbunan hutan. Makanan yang biasa dikonsumsi
adalah serangga, jangkrik, cacing, jambu dan pisang. Umumnya jalak suka
hidup bergerombol. Namun, jika sudah menemukan ‘kekasihnya’. Terkadang jalak
bali ini hidup di perkebunan kelapa milik penduduk setempat.
2. Kuau-kerdil
Kalimantan
Kuau-kerdil
Kalimantan,
Polyplectron schleiermacheri, adalah jenis kuau
kerdil berukuran sedang yang berhabitat di
hutan hujan dataran rendah Pulau
Kalimantan. Kuau ini adalah jenis kuau merak yang paling langka dan
sudah jarang ditemui. Cirinya adalah ukuran tubuhnya yang maksimal dapat tumbuh
sampai 50 cm dengan bintik-bintik pada tubuhnya. Kuau merak Kalimantan masih
berkerabat dengan
kuau-kerdil Malaya dan
kuau-kerdil Palawan.
Saat ini status
Kuau-kerdil Kalimantan yang memiliki suara ganda yang murung “hor-hor” menurut
IUCN yaitu Endangered (Terancam). Klasifikasi ilmiah Kuau
Kerdil/merak kerdil/borneo peacock Peashant.
Kuau kerdil
Kalimantan merupakan jenis burung yang pemalu yang jarang ditemui, hanya
diketahui di tempat-tempat yang terpencar di hutan dataran rendah sampai
ketinggian 1100 m. Hidup di hutan primer. Bertengger di pohon, tetapi berjalan
diam-diam di lantai hutan sepanjang siang. Jantan bersuara serta memainkan
sayap dan ekornya, tetapi tidak punya tempat tinggal.
Burung ini
memiliki penyebaran yaitu endemik di Kalimantan khusunya kalimantan tengah.
Burung ini memiliki ukuran tubuh sedang, di mana untuk ukuran jantan lebih
besar daripada betina. Pada sayap dan ekornya, terdapat tanda bintik metalik
berbentuk seperti mata (hijau pada jantan, biru pada betina). Jantan
memiliki jambul hijau metalik, dada hijau keunguan mengkilap, tenggorokan dan
bercak dada putih. Sedangkan betina lebih suram dan lebih biru.
Berdasarkan laporan
dari hasil survei kuesioner tahun 1996 dari 97 desa di Kalimantan Tengah bahwa
spesies Polyplectron schleiermacheri pada awalnya cukup
sering dijumpai, akan tetapi saat ini sudah sangat jarang untuk dijumpai. Hasil
analisis terbaru juga tercatat dalam Bird Life International (2001)
bahwa jumlah yang ada saat ini setara dengan 667-1,666 ekor dan jika dibulatkan
600-1,700 ekor.
3. Cenderawasih
Merah
Cenderawasih
merah(nama ilmiah: Paradisaea rubra) adalah burung Cenderawasih berukuran
sedang dengan panjang sekitar 33 cm, dari marga Paradisaea. Burung ini berwarna
kuning dan coklat, dan berparuh kuning. Burung jantan dewasa berukuran sekitar
72 cm yang termasuk bulu-bulu hiasan berwarna merah darah dengan ujung berwarna
putih pada bagian sisi perutnya, bulu muka berwarna hijau zamrud gelap dan
diekornya terdapat dua buah tali yang panjang berbentuk pilin ganda berwarna
hitam. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan, dengan muka
berwarna coklat tua dan tidak punya bulu-bulu hiasan.
Endemik
Indonesia, Cenderawasih merah hanya ditemukan di hutan dataran rendah pada
pulau Waigeo dan Batanta di kabupaten Raja Ampat, provinsi Irian Jaya Barat.
Cenderawasih
merah adalah spesial yang bersifat poligami. Burung jantan memikat pasangan
dengan ritual tarian yang memamerkan bulu-bulu hiasannya. Setelah kopulasi,
burung jantan meninggalkan betina dan mulai mencari pasangan yang lain. Burung
betina menetaskan dan mengasuh anak burung sendiri. Pakan burung Cenderawasih
Merah terdiri dari buah-buahan dan aneka serangga.
Berdasarkan dari
hilangnya habitat hutan yang terus berlanjut, serta populasi dan daerah di mana
burung ini ditemukan sangat terbatas, Cenderawasih Merah dievaluasikan sebagai
beresiko hampir terancam di dalam IUCN Red List. Burung ini didaftarkan dalam
CITES Appendix II.
(Data: Dari berbagai sumber)