Kamis, 16 Maret 2017
MENGENAL KASTURI SANG MASKOT KALIMANTAN SELATAN



Mangga kasturi atau kasturi (Mangifera casturi) adalah tumbuhan endemik khas Kalimantan Selatan yang keberadaannya terancam punah. Populasi taksonnya cenderung berkurang, baik dalam segi jumlah individu, populasi maupun keanekaragaman genetisnya. Status kelangkaan buah ini dianalisis dengan menggunakan kategori dan kriteria tumbuhan langka menurut IUCN Red List Categories 30 November 1994.

Pohon mangga kasturi bisa mencapai tinggi 25 m dengan diameter batang ± 40 – 115 cm. Kulit kayu berwarna putih keabu-abuan sampai coklat terang, kadangkala terdapat retakan atau celah kecil ± 1 cm berupa kulit kayu mati dan mirip dengan Mangifera indica. Daun bertangkai, berbentuk lanset memanjang dengan ujung runcing dan pada kedua belah sisi tulang daun tengah terdapat 12 – 25 tulang daun samping. Daun muda menggantung lemas dan berwarna ungu tua.

Bunga majemuk berkelamin ganda dengan bentuk bunga ramesos dan kerapkali berambut rapat. Panjang tangkai bunga ± 28 cm dengan anak tangkai sangat pendek, yaitu 2 – 4 mm. Daun kelopak bulat telur memanjang dengan panjang 2 – 3 mm. Daun mahkota bulat telur memanjang dan bunga berbau harum. Benang sari sama panjang dengan mahkota, staminodia sangat pendek dan seperti benang sari yang tertancap pada tonjolan dasar bunga.
Buah berbentuk bulat sampai ellipsoid dengan berat kurang dari 80 gram, daging buah kuning atau oranye dan berserabut. Biji batu dengan dinding yang tebal. Mangga ini berbuah pada awal musim hujan atau sekitar bulan Januari.

Varietas

Terdapat tiga varietas Mangifera casturi. Varietas mangga ini dikenal masyarakat Banjar (Kalsel) dengan sebutan kasturi, cuban / kastuba dan asem pelipisan / palipisan.
Buah kasturi kenampakannya mirip dengan buah mangga tetapi berukuran kecil, berbentu bulat sampai ellipsoid dengan ukuran panjang 5 – 6 cm, lebar 4 – 5 cm dan berat ± 65,6 gram. Kulit buah tipis dengan warna hijau terang dengan bintik-bintik berwarna gelap dan apabila masak maka kulit buah berubah menjadi kehitaman. Daging buah berwarna oranye gelap, kandungan serat 1,06% dan memiliki rasa yang manis dan lezat. Sifat yang menonjol dari kasturi adalah aroma buah yang harum sehingga banyak disukai masyarakat Kalimantan Selatan.



Status Mangifera casturi

Dari 31 jenis marga Mangifera yang ditemukan di Kalimantan, 3 jenis diantaranya bersifat endemik. Berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri No. 48 tahun 1989 tentang identitas flora masing-masing provinsi, tumbuhan Mangifera casturi ditetapkan menjadi identitas flora provinsi Kalimantan Selatan.

Tim penilai dari World Conservation Monitoring Centre pada tahun 1998 menetapkan Mangifera casturi berada pada kategori punah in situ atau Extinct in World = EW. Mangga ini diketahui hanya hidup dan tumbuh secara alami di kebun hutan dan atau kawasan konservasi lain, namun tidak ditemukan lagi di habitat asli.

Penyebaran

Lokasi persebaran terdapat Kecamatan Mataraman, Kabupaten Banjar  terdapat di kebun campuran. Pada umumnya kebun campuran ini berisi tanaman padi diselingi pohon kasturi yang umurnya sudah lebih dari 50 tahun serta tidak sengaja ditanam oleh penduduk setempat. Kebun ini kebanyakan berada di pekarangan rumah dengan pola tanam tidak teratur. Akan tetapi, data kelimpahan spesies ini tidak diketahui secara pasti.

Kasturi mulai dipanen pada awal musim hujan dan melimpah pada bulan Januari. Karena umur pohon kasturi banyak yang lebih dari 50 tahun, maka produktivitasnya semakin menurun. Oleh karena itu, pada tahun 1980 masyarakat Desa Mataraman mencoba belajar membuat pembibitan buah kasturi.
Itulah sekilas gambaran mengenai Mangga Kasturi khas Kalimantan Selatan yang dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah pada tanah aluvial dan lateral yang cukup air. Semoga dengan informasi ini dapat menambah pengetahuan kita mengenai tumbuhan-tumbuhan khas yang ada di seluruh Indonesia. (Data: Dari Berbagai Sumber)
Selasa, 14 Maret 2017
BURUNG ENDEMIK INDONESIA TERANCAM PUNAH!!!


Indonesia dengan lebih dari belasan ribu pulau, mempunyai cuaca tropikal dan hampir seluruh tanahnya ditutupi oleh hutan hujan tropis merupakan salah satu negara terpenting di dunia dalam hal keanekaragaman hayati.

Indonesia adalah surganya sumber daya alam dan sumber daya hayati. Indonesia memiliki megabiodiversity yang tidak dipunyai oleh bangsa dan negara lain di dunia. Jenis-jenis flora dan fauna eksotik dapat dijumpai diseluruh penjuru negeri kita ini.

Keragaman sumber daya hayati di Indonesia salah satunya yaitu burung. Burung-burung di Indonesia, di samping burung-burung yang tinggal dan berkembang biak, juga di tambah oleh burung-burung yang bermigrasi pada waktu musim dingin.

Burung  adalah termasuk dalam kelas Aves dan beranggotakan lebih kurang 9.000 spesies. Burung tidak memiliki gigi dan hanya memiliki ekor, tetapi hewan ini memiliki kesamaan ciri dengan reptile. Misalnya, adanya sisik kaki, paruh yang keras, dan termasuk hewan ovipar yang menghasilkan telur amniotic bercangkang keras.

Menurut IUCN tahun 2013, ada sekitar 21.286 jenis hewan di dunia terancam kepunahan dan sebanyak 1.206 jenis yang terancam punah tersebut ada di Indonesia. Dari data tersebut tercatat sebanyak 121 jenis burung Indonesia mengalami ancaman kepunahan.

IUCN adalah sebuah lembaga konservasi Internasional yang rutin mengklasifikasi dan merilis daftar hewan-hewan yang terancam punah atau Red List of Threatened Species (menurut IUCN).

Jika IUCN mengeluarkan daftar Red List of Threatened Species maka pada umumnya daftar tersebut dijadikan acuan oleh berbagai pihak baik swasta maupun pemerintah dalam menentukan kebijakan terkait konservasi hewan yang disebutkan. Adapaun indikator untuk hewan yang terancam punah bisa teman-teman baca di situs resmi IUCN. Nah, indikator-indikator inilah yang kemudian disebut dengan tingkat kelangkaan sebuah spesies.
Berikut beberapa daftar burung-burung di Indonesia yang terancam punah;

1.       Jalak Bali

Nama asli burung ini adalah curik bali. Namun, publik lebih mengenalnya dengan sebutan Jalak Bali. Burung ini memiliki ukuran kurang lebih 25 centimeter, sayap berwarna hitam dan bulu berwarna putih. Kicauannya indah dan warna matanya yang menawan membuat burung ini menjadi incaran para kolektor. Paruhnya runcing, berwarna abu kehitaman dengan ujung paruh kecoklatan, sehingga terlihat lebih garang namun indah. Warna biru terang pada bagian mata terlihat mencolok.

Tidak ada perbedaan signifikan antara yang jantan dan betina. Semua berjambul. Tubuh yang jantan sedikit lebih besar dibandingkan betina. Curik Bali masuk dalam kategori endemik, artinya hanya hidup di Provinsi Bali saja. Oleh pemerintah setempat, burung yang elok ini dijadikan simbol fauna khas daerah. Namun, saat ini penangkarannya ada di mana-mana hingga luar Pulau Bali, bahkan hingga di luar negeri seperti Jepang dan negara-negara di Benua Eropa.


Asal Usul

Burung khas Bali ini pertama kali ditemukan oleh Dr. Baron Stressmann, kolektor burung asal Inggris dalam kunjungannya ke Pulau Dewata pada tahun 1911. Kedatangannya ke Bali tidak disengaja. Ia singgah karena kapal yang ditumpanginya mengalami kerusakan dan bersandar di pelabuhan Bali. Stressmann menemukan si cantik ini di desa Bubunan, sekitar 50 kilometer dari Singajara.

Pada tahun 1912, Walter Rothschild, pakar hewan dari Inggris mempublikasikan Jalak Bali ini ke penjuru dunia. Sehingga nama latin jalak bali adalah Leucopsar rothschildi diabadikan dari nama Walter Rothschild . Pada tahun 1925, Dr. Baron Viktor von Plesen melakukan lanjutan penelitian mengenai burung ini.  Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa burung ini hanya hidup di Bali bagian Barat. Beberapa kebun binatang lain juga turut mengembangbiakkan satwa ini.

Satwa Langka dan Dilindungi

Jumlahnya yang tipis dan semakin berkurang membuat satwa ini tergolong langka. Sekitar tahun 1910,  jumlahnya ditaksir mencapai 900 ekor di Bali. Tahun 1990, jumlahnya turun drastis menjadi 15 ekor. Tahun 2005, penelitian menemukan bahwa jumlahnya tinggal 5 ekor; akibatnya, pemerintah langsung mengambil inisiatif untuk menegah kepunahannya. Tahun 2008, diperkirakan jumlahnya kembali meningkat menjadi 50 ekor setelah dipelihara di Taman Nasional Bali Barat. Sungguh mengenaskan dan sangat disayangkan jika satwa elok ini punah.

Terancamnya spesies jalak Bali disebabkan oleh berbagai hal, termasuk rawan diburu dan diperdagangkan dengan liar. Selain itu, sempat terjadi kerusakan lingkungan di Taman Nasional Bali Barat yang menyebabkan perkembangan populasi burung ini terganggu. Upaya pelestarian terus dilakukan. Melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/70 tanggal 26 Agustus 1970, yang menyatakan bahwa burung curik Bali dilindungi undang-undang. Peraturan ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Dalam peraturan ini, burung khas Bali ini ditetapkan sebagai satwa langka yang nyaris punah dan tidak boleh diperdagangkan kecuali hasil penangkaran dari generasi ketiga atau indukan.

Habitat

Burung jalak asal Bali ini biasanya berkembangbiak pada musim penghujan, berkisar antara Oktober hingga bulan Mei tahun berikutnya. Mereka biasa membuat sarang di pepohonan. Burung Jalak ini biasa hidup di semak-semak dan pohon palem pada alam bebas yang berbatasan dengan rerimbunan hutan. Makanan yang biasa dikonsumsi adalah serangga, jangkrik, cacing, jambu dan pisang. Umumnya jalak  suka hidup bergerombol. Namun, jika sudah menemukan ‘kekasihnya’. Terkadang jalak bali ini hidup di perkebunan kelapa milik penduduk setempat.

2.       Kuau-kerdil Kalimantan


Kuau-kerdil KalimantanPolyplectron schleiermacheri, adalah jenis kuau kerdil berukuran sedang yang berhabitat di hutan hujan dataran rendah Pulau Kalimantan. Kuau ini adalah jenis kuau merak yang paling langka dan sudah jarang ditemui. Cirinya adalah ukuran tubuhnya yang maksimal dapat tumbuh sampai 50 cm dengan bintik-bintik pada tubuhnya. Kuau merak Kalimantan masih berkerabat dengan kuau-kerdil Malaya dan kuau-kerdil Palawan.

Saat ini status Kuau-kerdil Kalimantan yang memiliki suara ganda yang murung “hor-hor” menurut IUCN yaitu Endangered (Terancam). Klasifikasi ilmiah Kuau Kerdil/merak kerdil/borneo peacock Peashant.

Kuau kerdil Kalimantan merupakan jenis burung yang pemalu yang jarang ditemui, hanya diketahui di tempat-tempat yang terpencar di hutan dataran rendah sampai ketinggian 1100 m. Hidup di hutan primer. Bertengger di pohon, tetapi berjalan diam-diam di lantai hutan sepanjang siang. Jantan bersuara serta memainkan sayap dan ekornya, tetapi tidak punya tempat tinggal.

Burung ini memiliki penyebaran yaitu endemik di Kalimantan khusunya kalimantan tengah. Burung ini memiliki ukuran tubuh sedang, di mana untuk ukuran jantan lebih besar daripada betina. Pada sayap dan ekornya, terdapat tanda bintik metalik berbentuk seperti mata (hijau pada jantan, biru pada betina). Jantan memiliki jambul hijau metalik, dada hijau keunguan mengkilap, tenggorokan dan bercak dada putih. Sedangkan betina lebih suram dan lebih biru.

Berdasarkan laporan dari hasil survei kuesioner tahun 1996 dari 97 desa di Kalimantan Tengah bahwa spesies Polyplectron schleiermacheri  pada awalnya cukup sering dijumpai, akan tetapi saat ini sudah sangat jarang untuk dijumpai. Hasil analisis terbaru juga tercatat dalam Bird Life International (2001) bahwa jumlah yang ada saat ini setara dengan 667-1,666 ekor dan jika dibulatkan 600-1,700 ekor.

3.       Cenderawasih Merah


Cenderawasih merah(nama ilmiah: Paradisaea rubra) adalah burung Cenderawasih berukuran sedang dengan panjang sekitar 33 cm, dari marga Paradisaea. Burung ini berwarna kuning dan coklat, dan berparuh kuning. Burung jantan dewasa berukuran sekitar 72 cm yang termasuk bulu-bulu hiasan berwarna merah darah dengan ujung berwarna putih pada bagian sisi perutnya, bulu muka berwarna hijau zamrud gelap dan diekornya terdapat dua buah tali yang panjang berbentuk pilin ganda berwarna hitam. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan, dengan muka berwarna coklat tua dan tidak punya bulu-bulu hiasan.

Endemik Indonesia, Cenderawasih merah hanya ditemukan di hutan dataran rendah pada pulau Waigeo dan Batanta di kabupaten Raja Ampat, provinsi Irian Jaya Barat.

Cenderawasih merah adalah spesial yang bersifat poligami. Burung jantan memikat pasangan dengan ritual tarian yang memamerkan bulu-bulu hiasannya. Setelah kopulasi, burung jantan meninggalkan betina dan mulai mencari pasangan yang lain. Burung betina menetaskan dan mengasuh anak burung sendiri. Pakan burung Cenderawasih Merah terdiri dari buah-buahan dan aneka serangga.

Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan yang terus berlanjut, serta populasi dan daerah di mana burung ini ditemukan sangat terbatas, Cenderawasih Merah dievaluasikan sebagai beresiko hampir terancam di dalam IUCN Red List. Burung ini didaftarkan dalam CITES Appendix II. 

(Data: Dari berbagai sumber)

Lipsum

Followers

 

Browse